Jumat, 01 Mei 2009

Bromo bisa sepi?


Pertanyaan tersebut pantas aku lontarkan. Secara, Gunung Bromo adalah tempat wisata yang level-nya sudah tidak lagi nasional, sudah kesohor ke mancanegara coy! Nah, kenapa aku lontarkan pertanyaan tersebut? Ceritanya, satu bulanan yang lalu, iseng saja kami (berdua) ke sana, mumpung minggu, nggak ada kegiatan pula. Berangkatnya pun sudah siang, abis sholat dzuhur, naik motor. Kami pilih jalur Probolinggo-Cemoro Lawang, jalur yang sudah umum dilalui. Sampai di loket pintu masuk wisata Bromo, keheranan mulai muncul. Lah, kok sepi gini? Nggak mungkin donk, hanya gara-gara abis hujan? (Oh ya, sebelumnya memang hujan deras. Kami sempat berteduh selama lebih satu jam di salah satu desa sebelum masuk Cemoro Lawang). Kami teruskan perjalanan ke Pananjakan, lewat lautan pasir sampai ke titik sebelum naik ke puncak Bromo. Tetep sepi! Cuma ada beberapa pengunjung (mungkin nggak lebih dari 10 orang). Selebihnya pada penjual makanan, souvenir, dan penjual jasa tumpangan kuda.

Ketika sudah sampai di atas pun, tetap cuma ada segelintir orang. Woi, ke mana yang lain? Tapi asyik juga ternyata menikmati Bromo dalam keheningan, jadi lebih indah. Tentunya lebih leluasa ambil foto dalam berbagai pose, hehehe.

Kembali ke pertanyaan awal. Kok bisa ya, Bromo jadi sepi? Apakah Bromo cuma ramai pada saat musim liburan atau event-event tertentu? Padahal kalau dibandingkan dengan jenis obyek wisata sejenis seperti Tangkuban Parahu, menurut saya lebih indah. Tapi kenapa Tangkuban Parahu bisa lebih ramai? Apakah fasilitas berpengaruh pada jumlah pengunjung? Mungkin bisa jadi. Memang kalo dilihat lagi, menurut saya, sebagai obyek wisata yang terkategori mendunia, fasilitas-fasilitas (termasuk fasilitas umum) yang disediakan memang kurang layak. Mau cari tempat ibadah atau toilet bersih saja susah! Seharusnya, di sana ada fasilitas lain yang bisa dinikmati, sehingga pengunjung tidak hanya sekedar menikmati indahnya kaldera Bromo, menunggu sun rise maupun sun set, atau attractive-nya upacara Kasada. Mungkin kah di sana dilengkapi pasar wisata, pasar seni ataupun wahana lain seperti di obyek wisata lainnya? Ataukah Bromo hanya sengaja di set up untuk wisata petualang saja? Satu lagi, yang mungkin harus dipikirkan lagi untuk perkembangan wisata bromo ke depan, souvenir! Dari dulu sampai sekarang, tidak ada yang berubah dengan buah tangan yang bisa didapat dari berkunjung ke Bromo. Kalo tidak T-Shirt dan lain-lain dengan embel-embel Wisata Gunung Bromo, paling kita cuma bisa mendapatkan bunga edelweis kering.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar